Sabtu, 21 Februari 2009

Yesus sebagai Mesias

(Markus 8:27-30)


Pewartaan Yesus serta misteri perutusan-Nya di dunia merupakan point penting Markus. Memang, sejak awal mula Markus mengisahkan Yesus adalah Mesias (sebagaimana ditunjukan dalam gelar Christos) yang juga adalah Anak Allah, “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah” [1]. Namun untuk memahami gelar tersebut, kiranya perlu diterangi dengan sebutan lain yang melekat dalam diri Yesus yaitu “Anak Manusia”. Memang, sebutan “Anak Manusia” bukanlah semacam gelar yang diberikan oleh penginjil atau siapapun, tetapi sebutan ini merupakan ungkapan Yesus sendiri mengenai diri-Nya (Mrk 2:10:28, 8:31.38, 9:912.31, 10:33.45 dll). Sebutan Anak Manusia itu digunakan Yesus sebagai self designation[1].
Kemesiasan Yesus tidak tampak dalam kemuliaan, tetapi dalam pengosongan diri, dengan menderita sebagai bukti cinta kepada Tuhan dan seluruh umat manusia. Markus mempersiapkan pembaca untuk menangkap realitas yang sesungguhnya bahwa Yesus mengindentifikasikan diriNya dengan siapapun yang menderita, yang miskin, yang sakit, yang lapar, pendosa[2] dll.

Inilah yang dimaksudkan oleh pengarang Injil Markus mengenai Kristologinya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang mengalami penderitaan sebagaimana manusia Anak Manusia. Konsep Markus mau menempatkan kekuatan dan kuasa yang ditawarkan dari gelar Anak Allah (mukjizat, pengusiran setan, dll), tetapi rupanya Markus juga tidak menampilkannya secara keseluruhan bahwa kekuatan dan kuasanya yang Illahi tetap tersembunyi dan tidak akan pernah diketahui dan tidak akan terpenuhi hingga parousia nanti, kembalinya Yesus dalam kemuliaan.

Yesus adalah Mesias
Kata Mesias berasal dari kata masyah, Mašía (KK) yang memiliki arti mengurapi. Dalam konteks Yahudi, pengurapan dikaitkan dengan tiga macam orang yaitu pertama, dihubungkan dengan nabi. Nabi Elia yang mendapat perintah dari Allah untuk mengurapi Elisa, sehingga berkat pengurapan, yang merupakan tanda Roh Kudus tersebut memampukan dirinya untuk mewartakan kabar gembira (1 Raj 19-16). Kedua, imam, Allah memerintahkan para imam untuk diurapi dan disucikan, “Maka semuanya itu haruslah kau kenakan kepada abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, sehingga mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku” (Kel 28:41). Ketiga, Raja, pengurapan yang terjadi pada Daud, “kemudian disuruhnyalah menjemput dia, Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu Tuhan berfirman: “bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama” (1 Sam 16:12.13) Allah bersabda kepada Daud bahwa ia mengurapinya dengan minyak (Mzm 89:20)[3]. Pemahaman awal mengenai siapa “yang terurapi” amat dekat dengan ketiga hal di atas yaitu nabi, imam dan raja yang sekaligus melekat dalam diri Yesus[4]. Dan sejauh ini, kata Mesias tidak banyak ditemukan dalam Perjanjian Baru, kecuali dalam penggunaan kata Kristus yang menggambarkan kemesiasan tersebut.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa sejak awal pengkisahan dikatakan Yesus adalah Mesias, Mesias sendiri memiliki arti “yang terurapi”, yang juga adalah Anak Allah. Pengurapan Mesianis Yesus tersebut terlihat dalam peristiwa pembaptisan yang diterima-Nya (Mrk 1:9-11) yang memampukan diri-Nya untuk menghadapi godaan iblis di padang gurun (Mrk 1: 12-13). Kisah hidup Yesus dalam Injil Markus termasuk mengalami ketegangan, antara mengungkan identitas Yesus yang sesungguhnya atau tetap diam dan mengabaikannya. Maksud diam dan mengabaikannya memang amat ditekankan oleh Yesus sendiri, “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazareth? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang kudus dari Allah. Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya : Diam, kelaurlah dari padanya” (Mrk 1:24-25), “Bilamana roh-roh jahat melhat Dia, mereka jatuh terseungkur di hadapan-Nya dan berteriak : “Engkaulah Anak Allah. Tetapi dengan keras Ia melarang mereka untuk memberitahukan siapakah Dia” (Mrk 3:11-12), dan “Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia” (Mrk 8:30). Tegangan antara mewahyukan dan mewartakan inilah yang kemudian berkembang sebagai rahasia mesianis. Dan rupanya tekanan dalam Injil Markus ada pada ketegangan itu (Rahasia Mesianis).
Gambaran Mrk 8:29-33 mengenai pengakuan Petrus “Engkau adalah Mesias”. Dan setelah pengakuan tersebut, Yesus malah membalas sebaliknya, Ia melarang Petrus untuk memberitahukan kepada siapapun. Alasan pelarangan tersebut tidak cukup jelas. Akan tetapi yang jelas bahwa kalau Yesus mulai berbicara mengenai sengsara dan wafat-Nya, “Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia”.[5] Petrus tampaknya kurang menerima keadaan Yesus sebagai Mesias yang selama ini Ia pahami. Karena pada kenyataannya, Yesus sebagai Mesias menceritakan hidupnya yang akan menderita. Gambaran ini tidak sambung dengan gambaran Petrus dan para murid-Nya..
Untuk mengetahui gejolak dalam hati Petrus, kiranya perlu untuk mengetahui latar belakangnya dan para murid yang lain. Konteks Yahudi kiranya cukup mewarnai pandangan Petrus dan yang lain yang mana menempatkan harapan pada kedatangan Mesias yang menyelamatkan hidup mereka. Penjelasan terperincinya adalah sebagai berikut :
Menurut Darmawijaya dalam gelar-gelar Yesus diuraikan mengenai harapan orang-orang Yahudi akan kedatangan Mesias. harapan itu tidak terdapat dalam Yesus karena Yesus mengalami penderitaan, mati. Maka, dalam pikiran mereka, bagaimana mungkin mesias yang selama ini mereka nantikan menderita? Oleh karena itu, mereka kurang menerima Yesus. Salah satu untur sederhana adalah mengenai harapan mesianis yang diharapakan menjaga kesatuan Kerajaan Daud, harapan akan adanya keadilan, kemakmuran dalam hidup, berakhirnya perang, perselisihan, keserasian antara manusia, alam dan ciptaan-ciptaan lain (Yes 11:6-9; 65:25), lenyapnya penderitaan, kelesuan dan kematian (Yer 31:12, Yes 35:10, 65:20-22), dan akan adanya kesucian,kejujuran hidup dalam kasih ilahi. Pandangan tersebut merupakan pandangan tentang dunia yang telah diperbaharui.
Pengenalan akan Dia sebagai Mesias, Anak Allah muncul setelah Yesus memenuhi panggilan mesianik-Nya melalui wafat dan kebangkitan-Nya (Mrk 9:9, 13:9)[6]. Menurut W. Wrede bahwa tidak serang pun menghubungkanYesus dengan Mesias kecuali setelah kebangkitan-Nya. Selama hidup publiknya Yesus tidak pernah menuntut diriNya sebagai mesias, hanya sesudah kebangkitan, pandangan dan gambaran mengenai Yesus berubah[7]. Adapun selama hidup Yesus, mesianitas Yesus tetap tersembunyi.
Dalam teologi Kristiani, Kristus atau Mesias mengandung empat fungsi antara lain[8] :
1. Dia menderita dan mati untuk menebus manusia dari segala kedosaan karena keadilan Tuhan akan menghukum kedosaan seperti terdapat dalam Yesaya 52:13-53:12 mengenai Hamba Yahwe yang menderita dan Mazmur 22 yang menunjuk pada Yesus sendiri.
2. Dia bertindak sebagai keteladanan/contoh yang tinggal sebgaimana Tuhan harapkan bagi umat-Nya untuk selalu bertindak.
3. Dia juga mewartakan damai dan aturan-aturan dunia untuk sementara waktu. (lihat Credo Nicea 325-381 AD; Wahyu 20:4-6).
4. Dia adalah Allah Abraham, Isak, dan Yakub dan Dia datang ke dunia sebagai manusia dan tinggal di antara kita.
Demikian gambaran Yesus sebagai Mesias adalah Yesus yang menderita. Yang sejatinya mengalami kontradiksi sebagaimana terungkap dalam Kitab Daniel 7:13, dimana Yesus tampil dalam kemuliaan dan dilimpahi dengan berbagai kuasa, sementara dalam diri Yesus menurut Markus, Yesus mengalami penderitaan dan bahkan kematian[9]. Semua itu hanya akan tersingkap setelah peristiwa kematian-Nya di kayu salib serta kebangkitanNya[10].

Relevansi
Kemesiasan Yesus dalam Injil Markus kiranya cukup menghentakkan bagi para pengikut-Nya yang memiliki paham dan harapan mesianis yang akan memberikan kebaharuan bagi mereka. Karena ternyata, Yesus yang mereka anggap mesias mengalami penderitaan dan kematian. Tentu hal ini amat mengaburkan harapan mereka. Namun bagi kita, para pembaca, memahami Yesus sebagai Mesias yang menderita dalam konteks Markus kiranya mau menggambarkan kepedulian dan kerelaan Yesus yang mau menderita demi semua umat manusia. Gambaran hidup yang baru kiranya ditawarkan oleh Markus kepada para pembaca.
Apa yang dilakukan oleh Yesus merupakan buah ketaatan sepenuh-Nya kepada Bapa. Ia melakukan hal itu untuk mewujudkan harapan Bapa yang amat mencintai manusia. Dengan penderitann dan kematian-Nya di salib merupakan tanda cintanya kepada manusia. Dan Yesus melakukan itu semua. (Kristologi, by Tri Kusuma)



[1] Mrk 1:1.
[1] Eko Riyadi, Catatan Kristologi Alkitabiah, Kentungan, Yogyakarta, 2006, 18.
[2] www.bible.org
[3] Darmawijaya, Gelar-Gelar Yesus, Yogyakarta: Kanisius, 1987, 79-80.
[4] Darmawijaya, 80.
[5] Tom Jacob, Emanuel, Yogyakarta: Kanisius, 2000, 76-77.
[6] Eko Riyadi, 19.
[7] Darmawijaya, 80.
[8] www.bible.org
[9] Eko Riyadi, 19.
[10] Eko Riyadi, 19.



Daftar Pustaka
Darmawijaya, Gelar-Gelar Yesus, Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Eko Riyadi, Catatan Kristologi Alkitabiah, Kentungan, Yogyakarta, 2006.
Tom Jacob, Emauel, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
www. Bible.org.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar