Sabtu, 21 Februari 2009

Surat Kepada Malam


Senja begitu muram. Tetangga-tetangga tidak begitu ramai bercakap. Sepi. Persis 17.30 di hari MInggu, jika tidak salah tanggal 13 bulan ke delapan tahun 2006, aku sendiri. Mataku sayu. Tubuhku lemas.


Dan kini, Sabtu malam minggu masih dalam bulan ke delapan tahun yang sama. Sepi menyelimuti kotaku lagi. Tak seperti malam minggu sebelumnya. Aku bermuram durja. Tanpa mengajak teman, aku pergi menuju angkringan, persis sebelum aku menuangkan kegelisahanku dalam tulisan ini. Kuhabiskan segelas the-jahe panas dan tempe goring khas Jogja, yang kini telah menjadi makanan kesukaanku. Hampir setiap rabu dan minggu malam, kuhabiskan waktuku hanya untuk sekedar minum the-jahe dan beberapa tempe goreng yang bakar. Tak jarang sembari menikmati enaknya makanan ala angkringan, dan kesendirian yang menemani membuatku betah berlama-lama nongkrong di sana.
“Malam ini sendiri”, gumamku dalam hati.
“Seandainya......”, pikirku mulai nakal terinspirasi perempuan-perempuan lajang, berbadan sexy dan sedikit mengundang birahi. Ah bukan itu maksudku. Kok seronok banget. Maksudku, perempuan-perempuan laksana bunga, wangi, harum, dan membuat senang siapa saja yang memilikinya. Oh, gila ibarat orang bercinta, dunia seakan milik berdua. Akupun ingin seperti itu, Ingin kucintai salah satu dari sekian juta perempuan di dunia. Satu saja. Tidak usah banyak-banyak, biar pun satu, tapi dia akan kuikat erat dalam hati bahkan kubawa sampai mati. Kata orang, apa yang sudah disatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusa. Rasanya, kalimat itu cukup membuatku berani untuk mengatakan bahwa satu orang perempuan dalam hidupku adalah cukup adanya.
Tapi, mungkin aku terlalu berkhayal. Bagai pungguk merindukan bulan. Rasanya anganku terlalu berlebihan. Salama ini, aku sendiri selalu mengundurkan diri, mengasingkan diri hingga para perempuan tak sempat mengenalku lebih dalam. Apakah aku takut?. Tidak. Bukan atas dasar ketakutan aku menjauhi mereka, tapi pada...... Ah , tidak jelas. Aku malas membicarakannya. Lebih baik, lupakan saja tulisanku di atas tadi. Aku terlalu berlebihan menilai diriku, lagian aku tak ingin begitu terbuka pada kalian semua. Ada ruang privacy yang mesti terkunci, dan tak seorangpun boleh membuka atau memasukinya, alias rahasia.
Malam semakin kelam. Angkringan pun semakin sepi pengunjung…….(to be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar