Rabu, 18 Februari 2009

DaRi LelaKi UnTuk SopHia


Sejatinya, manusia hanyalah bisa bercerita karena ia pernah mengalaminya. Selebihnya, adalah kebohongan belaka.

Selamat malam......,
Cukup lama kisah ini terkubur bersama kesibukan yang datang silih berganti. Biarlah malam ini menjadi saksi atas kebisuan bertahun-tahun. Bersama hembusan angin pantai yang mengantarkan kesegaran dan menyisakan dingin yang mengigilkan setiap lekuk tubuh. Sebentar kita memandang ke samping kanan dan kiri. Ada seseorang yang tak begitu asing duduk menyebelahi kita. Tetapi waktu yang telah berlalu cukup lama, sedikit memberikan jarak yang tak pernah kita rencanakan sejak semula. Kecuali karena tuntutan peran kita sebagai manusia, yang harus belajar, yang harus bekerja demi cita-cita, atau yang harus pontang-panting mencari kerja, atau sekedar berdoa melarikan diri dari himpitan dunia.

Ini adalah cerita yang dikisahkan seorang lelaki pada Sophia, sahabatnya. Sebuah kisah yang tersebar di antara buku-buku kuliah di sebuah rumah yang hangat, dengan ruangan yang dilengkapi meja kecil dan lampu remang serta sebuah Kitab Suci lusuh dan robek tepinya (lelaki itu bukan aku loh); dengan dinding warna merah bata yang mulai berjamur di makan usia; dengan beberapa gambar bintang ternama, curt cobain yang berpelukan dengan gitar kesayangan, Linkin Park dengan stylenya yang garang, Avril yang berwajah riang, dan tak mau kalah Yesus pun turut terpajang ala bintang-bintang terkenal dalam berbagai pose yang menantang: main gitar, main basket, dan bawa handphone. Ada juga salib kecil tergantung di dinding yang dingin. Cerita cinta ini, sophia, datang dari kegelapan. Agar kamu percaya bahwa dalam kegelapan juga ada kisah cinta. Atau sedikit bercerita tentang pengharapan dari sebuah persahabatan, supaya kamu tahu dalam persahabatan ada sebuah pengharapan.
Adapun lelaki itu mengambil satu botol bekas, yang telah ia simpan lama dalam brankas miliknya. Dan secarik kertas usang melingkar di dalamnya. Meski demikian, tak terlihat kertas itu lecek atau sobek, tampaknya ia menjaga dan merawat botol beserta isinya dengan sangat baik, sebaik ia merawat dirinya. Tak lama kemudian, ia menghampiri sahabatnya, duduk dan membuka botol itu. Di dapatkan selembar kertas dari dalamnya. Ia pun mengeluarkan kertas itu dan membacakannya perlahan :“Terima kasih telah menjadi sahabatku. Sahabat itu anugerah kan? Dan selayaknya anugerah, aku merasa tiba-tiba dihadiahi oleh Tuhan seorang kamu. Dengan Cuma-Cuma. Kini, kau akan pergi, mungkin untuk dihadiahkan lagi kepada orang lain yang—seperti juga diriku—akan dengan penuh rasa bahagia menjadi sahabatmu. Tak bisa tidak, aku hanya bisa bersyukur dan berdoa untukmu. Itu saja. Tak bisa kuucapkan selamat tinggal. Sebab selamat tinggal adalah kata yang tidak menjanjikan apa-apa. Selamat tinggal adalah kata yang dalam bahasa manapun penuh kegetiran dan tanpa pengharapan. Padahal, aku selalu berharap persahabatan kita telah terjadi, meski jarak terbentang antara kenyataan dan mimpi. Aku masih di sini, berharap suatu hari kita akan bertemu lagi”. Ia memandang Sophia, sahabatnya, dengan sedikit sayu.“Ada sesuatu yang tertinggal saat perpisahan mendekat, Sophia, dan perpisahan adalah satu pilihan yang tak terelakkan”. Ungkap lelaki itu lirih.“ Bagiku, pesan itu sungguh berarti. Setiap kali aku merindukan kehadiran seorang sahabat yang pernah ku temukan, aku baca pesan itu, kendati tak begitu sering. Dan setiap kali aku baca pesan itu, senyum kecil selalu tersisa dari wajahku. Intinya, aku bahagia memiliki seorang sahabat. Tak terkecuali kamu, Sophia, sahabatku”. Tetapi waktu biarlah berlalu. Dan masa lalu adalah kebahagiaan yang tetap ada dalam hatiku. Kendati tak bisa ku elakkan bahwa kesedihan itupun pasti ada. Ah, melankolis banget, tidak apa-apa, toh, setiap manusia mempunyai perasaan semacam itu. Aku tak perlu malu bahwa terkadang aku kerap menangis seperti anak kecil yang minta minum dari tete ibunya. “IBu mimi..mimi..”, sambil merengek dan menarik-narik rok mini ibunya, dan sesekali bersembunyi di balik rok mini. Tetapi jangan berpikiran macam-macam, tak menggerayanginya loh. Ia kan masih kecil. Belum tahu ada apa di balik rok mini ibunya. Bahwa dari sanalah ia dilahirkan, hanya orang dewasalah yang tahu.Sejak mendengar cerita lelaki itu, Sophia menjadi kagum dan mencintai persahabatan. Pernah suatu kali, secara tak sengaja ia membuka salah satu buku, yang tersusun rapi di atas meja lelaki itu. Kelihatan sudah lecek dan berdebu. Di sana Sophia menemukan sepenggal kalimat yang ditulis indah di halaman depan buku itu. “Semoga semua suka duka, pengalaman pahit dan menarik yang kita peroleh selama 3 tahun (pada waktu itu) tidak akan menguap dari memori kita. Perhatikanlah bahwa angkatan kita ini sungguh unik. Banyak perubahan yang terjadi dan yang kita buat. Di samping itu, renungkan juga ungkapan Zeigst Du, Was Hast Du. Semoga di dunia luar sana, kita mampu menunjukan diri sebagai murid Van LIth yang mempunyai visi dan misi tersendiri. Menjadi terang seperti bintang adalah wujud ideal yang diharapkan dari kita seperti tersimbolkan dalam wujud bintang yang bersinar terang berjumlah 9, identitas angkatan kita”. Buku Kenangan dengan angka Sembilan dan semboyan Zeigst Du, Was Has Du, 2002.Ia melanjutkan kembali beberapa kalimat dibawahnya. Sophia mengira bahwa tulisan di bawahnya adalah tulisan miliknya“Adalah benar bahwa setiap peristiwa menghadirkan makna, pun malam ini adalah salah satu kisah yang terangkai dari sekian peristiwa. Dan kisah ini, mungkin telah lama tersimpan rapi dan manis dalam sebotol sunyi. Terasing dari hiruk pikuknya kehidupan. Terdiam dalam kesendirian bersama rumput dan dedaunan yang berguguran.Adalah manusia-manusia yang merangkai hari dalam bentuk persahabatan dari awal SMU hingga mencapai cita diri. Manusia-manusia yang bersahabat, yang berniat akan menghargai masing-masing pribadi sebagaimana alam selalu memihak ketulusan hati. Kalau di lain hari ternyata ada kisah kasih tersembunyi atau sebuah jiwa lara yang nyaris tak bersuara atau bahkan ada lagi yang berselingkuh mengingkari hati, itu adalah kembang dari banyak kerinduan yang mestinya di dengar, tidak begitu saja dilempar”.Sophia tertegun. Ia membayangkan, bahwa persahabatan yang menjadi milik lelaki itu adalah harta istimewa baginya. Dan sekali lagi, Sophia menghabiskan waktu untuk membaca kisah persahabatan lelaki itu. Sophia berharap, bahwa ia memiliki persahabatan semacam itu. Persahabatan yang terukir dengan indah dalam hati dan tak lekas usang di makan usia.Malam semakin larut, tidak seperti malam-malam sebelumnya. Sophia terbaring santai di atas kasur empuk miliknya. Dan seperti biasa, sebelum tidur Ia menyelipkan doa untuk Yesus yang sangat ia cinta“Ya TUhan berilah aku mimpiMalam iniTentang keindahan persahabatanYang akan kurasakan esok pagi”Ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya SEJALAN dengan kita, kita bergabung dengannya dan jatuh kedalam suatu keanehan serupa yang dinamakan SAHABATSahabatAdalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnyaAdalah ketika dia tidak mampedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia.

Air MaTa SenJa


Konon, sejatinya manusia adalah ciptaan yang baik adanya. Dari hembusan debu diciptakannya manusia. Dan dari tulang rusuk sebelah kiri manusia pria, diciptakannya wanita sebagai pendamping hidupnya. Merekalah yang kita kenal sebagai manusia pertama. Dan merekalah yang mengawali keberadaannya sebagai wanita di dunia.
Inilah kisah anak manusia turunan Adam dan Hawa. Sayup redup tatapan matanya, tak seperti biasanya. Sikap diamnya menyisakan beribu tanya. Seperti redup cahaya, remang-remang adalah sisanya. Seolah layunya bunga sewaktu senja menyisakan kenangan atas warna dan aromanya.
Inilah kisah anak manusia turunan Adam dan Hawa. Hatinya riuh, seperti malam pertarungan yang menyisakan kesedihan, dan sungguh ironi, suara-suara jangkerik, binatang malam itu pun, tak lagi susah untuk di dengar. Ya, hatinya riuh dalam sendu dan bisu. Ia telah lama menanti kapan senja tiba. Seperti manusia pada umumnya, menunggu adalah saat-saat paling tidak disukainya. Bahwa senja akan membawa kekasihnya kembali ke pelukannya adalah harapan terbesarnya. Ya, hatinya riuh menanti dirinya. Kekasih yang telah menyematkan cinta dalam relung-relung hatinya, yang masih menyisakan luka atas cinta lama.
Saat-saat senja adalah waktu istimewa bagi dirinya. Meski terkadang membosankan, tetapi toh tak membuatnya jera. Ia merasa, kesetiaan adalah harta yang berharga. Dan ia percaya itu semua. Bahkan terkadang ia menciptakan trik-trik sederhana, sekedar untuk menepiskan kebosanan dirinya. Benar juga bahwa tak lama kemudian kebosanan itu tiba. Sontak ia berdiri, dan menghembuskannya perlahan. Sembari berfantasi bahwa akan tibalah keindahan yang ia nanti-nantikan. Hembusan itu adalah hembusan kekesalan, agar tak terus bercengkrama dalam hatinya yang pernah luka. Ia masih mencoba untuk setia pada cinta. Ia masih menanti bersama senja yang perlahan tiba.
Kini ia kembali duduk di beranda, tempat kesukaannya. Dibalik kesetiaan itu, ia sematkan secercah harapan bercampur rindu. Ia berharap, Ia lah orang pertama yang akan menyambut kehadirannya. Memeluk, mencium dan meneteskan air mata kebahagiaan yang telah berlinangan sepanjang senja penantian. Bersama guliran air mata yang berjatuhan membasahi kemeja biru muda. Ia menitipkan kenangan serta kesedihannya menanti kekasihnya sepanjang senja. Ini cara terbaik yang pernah ia lakukan, Karena ia sendiri tak pernah tahu kepada siapa bercerita, selain kepada senja.
Saat air matanya menetes bergantian, ia melihat kegetiran. Manakala menanti kekasihnya yang telah pergi, dan tak segera kembali. Kenangan itu-bersama kekasihnya- telah lama ia jaga. Tak lupa pula, Ia taburkan hiasan warna-warna, supaya tetap berkesan dihatinya. Sekalipun tak pernah terlintas untuk menyisihkan dia dari sudut hatinya. Karna sesungguhnya, sang kekasih telah mengisi hatinya…
”aku akan datang bersama matahari yang kembali menuju pusaraBersama senja akan kubawakan cintaDan akan kuberikan hatiku sebagai kado istimewaTunggulah aku, saat hari beranjak senja…..”
Bisikan itu keras terdengar setiap senja tiba. Seakan menarik-narik dirinya untuk kembali menuju beranda, dan memerintahkannya duduk di sana. Begitulah, kata-kata itu mengikatnya menjadi semacam cinta. Apakah itu nyata, atau pelarian semata tak sedemikian dikenal olehnya. Namun yang pasti, cinta telah membodohi dirinya dan ia mengatakan, kesetiaan adalah yang utama. Kendati tak pernah diketahuinya kapan saat penantian itu akan berujung bahagia. Ya, ia tak pernah tahu jawabannya.
Hampir setiap senja, matanya berkaca-kaca penuh air mata. Airnya menetes bergantian bak hujan saat musim rendeng tiba. Air itu terus membasahi pipinya yang semakin kusam di makan usia. Dan Ia tak sadar, penantian telah menguras masa mudanya, berlalu tanpa makna.
Tengah malam

Selamat datang perpisahan dari kesunyian kepada malam


Ini adalah cerita pengharapan yang datang dari sebuah perjumpaan atau bahkan tepatnya telah menjadi sebentuk persahabatan. Agar kamu percaya bahwa dalam perjumpaan atau persahabatan itu ada sebuah pengharapan.
Seperti menuliskan kata-kata di atas selembar kertas. Tanganku bergulir merangkai kata yang terbaik untukmu. Kendati tak sedemikian baik tulisanku, namun inilah goretan hatiku yang tersisa darimu. Inilah rajutan kata untukmu, Agar kau tahu bahwa dibalik tulisan itu, ada segenggam indahnya kenangan. Sesaat ku hentikan tanganku menulis. Kubaca “selamat datang perpisahan dan semoga bukan kesedihan yang tersisa dari indahnya persahabatan”. Kendati tak begitu kuharapkan, tetapi toh tak bisa lagi ku elakkan.
Seperti alur narasi cerita fiksi yang mengalir merangkai secarik mimpi. Tak jauh berbeda kiranya kebersamaan ini mengalir tanpa memikirkan harus kemana berakhir. Hidup telah ada dan selalu ada untuk kita hidupi. Aku menyadari itu sepenuh-penuhnya. Toh kehidupan tetap menjadi milik kita. Dan kebersamaan telah mengisinya.
Dalam hal ini tidak ada teknik manapun yang dapat membendungnya. Inilah asal-usul sebuah persahabatan sejati dari kepenuhan hati. Kebersamaan yang sungguh menyisakan mutiara berharga. Dengan denyut, bukannya datar, dengan basah, bukannya kering, dengan rasa adalah isi perjalanan yang mengagumkan. Dan sungguh bahwa itu benar.
Mungkin benar bahwa pertemuan mengantarkan perpisahan. Perpisahan tak begitu jauh dengan kesedihan. Tapi bukan itu yang kumaksud. “perpisahan bukanlah duka meski harus menyisakan luka”, sepenggal syair Bersama Bintang; Drive menentramkanku. Agar kamu tahu bahwa kamu bukanlah milik ku seorang. Dan kebahagiaan itu akan selalu datang.
Ini adalah cerita pengharapan yang datang dari sebuah perjumpaan atau,bahkan tepatnya telah menjadi, sebentuk persahabatan. Agar kamu percaya bahwa dalam perjumpaan atau persahabatan itu ada sebuah pengharapan.
Penulis novel Celestine Prophecy bilang ”bahwa semua kejadian mengandung makna”, dan bagiku itu benar Hanya saja untuk sampai pada penemuan makna, perlulah usaha memaknainya. Dalam perjalanan, di rumah, di kantor, dan di tempat mana pun kita berada. Ada makna yang bisa kita rasa. Teristimewa adalah saat-saat kebersamaan kita. Saat bergulat meraih cita-cita dan segenggam hasrat untuk taklukan dunia
Selamat datang perpisahan dan hadirlah kembali bersama kebahagiaan yang tersemat sepanjang jalan. Sungguh, aku menghargai dan memaknainya penuh arti. Biarlah pengalaman kebersamaan terbingkai dalam sebuah refleksi sederhana. Yang mengundang kerinduan untuk selalu mengingatnya. Ijinkan aku memiliki bingkai sederhana atas kebersamaan kita. Dan biarkan itu menjadi hartaku yang berharga. Karena sayang, bila keindahan itu berlalu tanpa sisa.Selamat datang perpisahan dari kesunyian kepada malam. Semoga angin membawakan kerinduan yang tak pernah usang. Inilah awal kisah untukmu, yang mencoba berjuang dalam gerak langkahnya kehidupan, dari sebuah novel Susana Tamaro:
“dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang di hadapanmu dan kau tak tahu jalan mana yang harus diambil janganlah memilihnya dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat. Tariklah nafas dalam-dalam, dengan penuh kepercayaan, seperti saat kau bernafas di hari pertamamu di dunia ini. Jangan biarkan apapun mengalahkan perhatianmu, tunggulah dan tunggu lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetapi hening, dan dengarlah hatimu. Lalu ketika hati itu berbicara, beranjaklah dan pergilah ke mana hati membawamu”

Selamat jalan sahabat semoga “indahlah perjalanan”Kentungan, 30-31 Agustus 2007

22.45