Jumat, 24 Februari 2012

repell, orsripli

Daftar Isi


Just do it !!! God will open your way…


Saya pernah jatuh cinta. Saat itu saya berjumpa dengan seorang wanita dewasa, cantik dan menarik. Kami bertukar nama, nomor telepon, dan seiring waktu kami menjadi dekat. Hari-hari kami b


Namun kegetiran tidak pernah bisa dielakkan dari sebuah kisah cinta. Ia mengirimkan pesan, “Dalam kehidupan yang kubutuhkan hanyalah cinta dan perhatian. Apakah tidak ada cukup waktu untuk itu, tidak adakah cinta yang lebih daripada sekedar bekerja lalu makan dan minum, tidak adakah cinta yang lebih daripada sekedar hidup bersama? Manusia diciptakan karena cinta. Tanpa cinta manusia tidak bisa hidup. Cinta mendasari kehidupan kita semua. Cinta menempati posisi teratas dalam hidup, karena cinta membuat orang hidup bahagia”. Saya bingung apa maksud pesan itu. Dan saya tidak menemukan jawabnya.erlalu bersama. Dia kerap bercerita tentang hari-harinya, kebahagiaan, bahkan kesedihannya, demikian saya melakukan hal yang sama. Bahkan kami pernah bertengkar, entah karena cape,

penat, atau cemburu. Untuk menjernihkannya, salah satu pihak harus menjelaskan, sejelas-jelasnya. Kisah cinta tumbuh dan melahirkan komitmen untuk saling setia dan terbuka.

Persahabatan kami berjalan beberapa tahun. Namun pada akhirnya, saya merasa bimbang. Saya menjadi sadar bahwa saya hidup di dua persimpangan. Jalan hidup saya seperti ngangkang, tidak pernah satu arah, satu tujuan. Saya dihadapkan pada dilema antara dua pilihan yang harus diputuskan, yakni keputusan memilih cinta kepadanya ataukah hidup bakti pada pelayanan sebagai seorang imam.

Perlahan kami mulai mengambil jarak, kendati tidak selalu mudah saya melakukannya. Dalam hati

bergumam, “saya harus mengambil keputusan sebelum saya atau dia semakin terluka”.

Singkatnya, kami mengakhiri hubungan. Saya memilih pelayanan sebagai jalan hidup yang harus jalani, yaitu menjadi imam. Awalnya terasa sakit. Namun saya bahagia bisa mengambil keputusan ini dengan hati yang perlahan menjadi damai, sebagaimana dia bahagia dan damai menerima keputusan yang telah saya buat. Saya diteguhkan oleh pesan singkat darinya, “perjuangkan masa depan untuk kehidupanmu, semua ada di tanganmu bukan orang lain. Tunjukan pada dunia bahwa kamu adalah orang yang terbaik dan maksimal mampu mengisi bagiannya dalam pelayanan untuk Tuhan”.

Saya sadar tidak mudah mengambil sebuah keputusan, apalagi keputusan itu mempe

ngaruhi masa depan. Namun dengan keberanian untuk terluka, saya yakin kebahagiaan akan datang, “Pilihan berat tapi sekaligus kemenanganmu, brother! Mungkin sekarang saatnya membuka lembaran hidup yang baru, terarah ke depan, Step by Step, melangkah dengan MANTAP !!!.



Memilih dengan Sadar

“Setiap pilihan hidup sepatutnya dijalani, tapi lebih baik menjalaninya dengan penuh KESADARAN…Just do it!!! God will open your way…..”. Ungkapan ini mengandung makna yang tidak sederhana. Dasar suatu pilihan adalah kesadaran. Hidup ditempatkan pada suatu pilihan-pilihan, dan kita diajak untuk memilih satu dari sekian pilihan itu.


Kita semua ditawari banyak pilihan oleh Tuhan. Tawaran pekerjaan, tawaran relasi, dan lain sebagainya. Dalam aneka tawaran itu, Tuhan memberikan kepercayaan kepada

kita untuk menentukan pilihan. Tuhan tidak pernah memaksakan siapapun menjawab tawaranNya. Setiap pribadi diundang pada suatu kesadaran tertentu akan panggilan hidupnya. Pentingnya kesad

aran pada saat mengambil keputusan adalah membantu kita dalam menghidupi serta menerima konsekuensinya. Harapannya kita akan tetap bertekun dalam menghidupi pilihan kita sendiri. Kendati perubahan tetap selalu dimungkinkan.


Berkembang Berkat Perjumpaan

Pilihan yang telah kita ambil bisa jadi adalah panggilan hidup kita. Pilihan disebut sebagai panggilan pada saat kita benar-benar menemukan kebahagiaan di dala

m pilihan yang kita ambil. Salah satu pilihan atas panggilan adalah adanya keputusan untuk menjadi seorang imam, pemimpin agama katolik. Menurut refleksi saya, penghayatan hidup panggilan terus bergejolak dan bertumbuh manakala mengalami perjumpaan dengan semakin banyak orang. Perjumpaan-perjumpaan itu memberikan peneguhan, kekuatan sebagai proses pemurnian panggilan. Meski tidak jarang perjumpaan melahirkan kegelisahan yang memikat seseorang untuk berefleksi lebih dalam. Disposisi batin seperti ini biasa kita kenal dengan pengalaman krisis. Pengalaman krisis bukan peristiwa yang harus dihindari atau ditolak. Pengalaman krisis menjadi saat mengolah dan mengendapkan di hadapan Tuhan. Pengalaman krisis menjadi kesempatan kita menggali kesungguhan kita dalam menghidupi keputusan yang telah kita ambil.

Penghayatan panggilan terus berkembang selaras dengan intensitas perjumpaan kita dengan banyak orang serta ketekunan dalam menggodog pilihan kita. Perjumpaan-perjumpaan itu mewarnai dan membentuk corak panggilan yang sedang kita hidupi, entah sebagai seorang imam, seorang pengusaha, guru, pedagang dan lain sebagainya.

Akhirnya, pilihan yang kita putuskan menjadi suatu proses mencinta. Bagaimana kita terus-menerus mencintai keputusan dan menghidupinya dengan sebaik mungkin. Memang tidak mudah untuk se

tia terhadap panggilan yang sedang kita hidupi. Sebab kita adalah manusia yang mudah jatuh dalam kelemahan dan dosa. Kita mudah tergoda dengan tawaran yang menggiurkan kenyamanan dan kemapanan kita. Kita memang seperti bejana tanah liat yangg mudah pecah. Namun, kita juga bisa mempersembahkan keterbatasan kita sebagai salah satu saluran berkat bagi orang lain. Kita diundang untuk tetap berusaha setia dalam menggeluti keputusan itu, dan untuk segala keterbatasan-kerapuhan kita biarlah Tuhan sendiri yang akan melengkapinya.


Komitmen adalah Pintu Kesetiaan

Just do it !!! God will open your way membuka ruang dan kesempatan yang luas bagi kita dalam mengembangkan diri dalam keputusan yang kita pilih. Apapun yang kita putuskan adalah baik adanya, jika keputusan yang kita pilih sungguh mengarahkan diri pada Tuhan. Tantangannya, Bagaimana komitmen yang telah kita ambil sungguh dihidupi dengan penuh kesadaran? Bagaimana kita setia terhadap keputusan yang kita ambil?

Tentu saja komitmen bukan terutama pada bagaimana mengadakan, membuat, menciptakan, melainkan bagaimana menepatinya. Memang, tidak mudah kita untuk setia pada janji, menepati janji, dan tidak gampang kita menempati komitmen yang telah kita buat. Meski demikian, saya percaya bahwa komitmen mestinya menjadi awal dari suatu nilai kesetiaan yang siap diperjuangkan. Seseorang yang berani men

yatakan komitmen tertentu, berani pula setia terhadap komitmen yang telah dibuatnya.

Oleh karena itu, komitmen yang kita buat ibarat pintu. Sekali kita melewati pintu itu, kita telah memasuki ruang baru, kesetiaan. Seseorang yang mengambil keputusan berarti telah menginjak ranah komitmen tertentu. Misalnya keputusan kita dalam memilih pelayanan sebagai cara hidup. Melalui keputusan itu, secara langsung kita telah membuat komitmen tertentu dari keputusan itu. Komitmen sendiri menyangkut waktu yang lampau dan yang akan datang. Komitmen membingkai gerak hidup seseorang dalam menjalani keputusan. Dan kesetiaan berhubungan dengan kekinian, masa kini. Bagaimana komitmen itu teruji dapat dilihat dari kesetian kita dalam menghidupi keputusan. Apa yang telah dan sedang kita buat adalah wujud kesetiaan kita terhadap komitmen hidup. Dan kesetiaan mengajak kita semua untuk tidak menjadi mandeg terhadap komitmen yang kita buat. Setia berarti bertekun dengan komitmen, duc in altum (bertolak lebih dalam) dengan hidup yang sedang kita lakoni -Trikusuma-



Kamis, 23 Februari 2012

Terungkapnya Kisah yang membisu, Yang Melintas Waktu

“Siapa mau menjadi imam?”, sapa seorang imam kepada anak-anak  yang mengikuti misa stasi malam itu, termasuk saya. Konon kata ibu, hanya saya yang mengangkat tangan saat itu.
“Tri, kamu mau menjadi imam, kamu mau?”, tanya imam itu kepada saya. Dan sekali lagi kata ibu, saya mengangguk tanpa sedikitpun kata-kata untuk menjawab pertanyaan imam.
Kisah sederhana ini saya dengar belum lama. Setidaknya setelah saya melewati masa toper. Kisah sederhana ini baru saya terima saat saya untuk pertama kalinya bercerita kepada ibu bahwa saya sedang jatuh cinta. Sembari tiduran dan nonton acara televisi di ruang belakang, saya bercerita banyak tentang sahabat saya. Saya bercerita sembari menunjukan beberapa gambar dirinya. Ibu pun melihat dan mendengar cerita saya dengan tenang, tidak banyak komentar. Saya tidak tahu apa yang ibu rasakan saat itu. Bagi saya, kisah ini harus ibu dengar. Setidaknya ibu tahu dan memahami pergulatan yang sedang saya hadapi. Atau setidaknya ibu pernah mendengar bahwa saya jatuh cinta. Dibalik semua itu, saya sebenarnya memancing bagaimana reaksi ibu terhadap kisah cinta saya. Namun ibu tidak banyak menanggapi. Malahan ibu bercerita tentang kisah sederhana yang lama tersimpan dalam kebisuan ingatan ibu selama bertahun-tahun. Kisah sederhana yang membuat saya terheran-heran atas apa yang saya lakukan saat itu. Saya sampai bertanya kepada ibu, “Bener bu, aku tunjuk jari sendiri? Tidak ada yang lainnya?”. Seakan hati saya tidak percaya dengan apa yang saya perbuat saat itu, “masa sich…?”. Ibupun mengangguk dan melanjutkan kisah-kisah masa kecil saya yang tidak pernah ia ceritakan sebelumnya. Sementara saya mendadak diam mendengar kisah-kisah masa kecil saya dengan seksama.
Untuk beberapa waktu, saya terus dibayang-bayangi kisah masa kecil itu. Hati saya masih terheran-heran, saya masih belum percaya. Akan tetapi, tidak saya pungkiri bahwa ada semburat senyum yang lantas muncul dalam hati saya, seolah ingin menertawakan tindakan saya saat itu.

Ibu, Terimakasih untuk ceritamu itu
Ibu, terimakasih untuk ceritamu itu. Setidaknya saya menemukan jawab atas panggilan yang sedang saya geluti di tengah kegalauan batin saat ini. Saya bisa mengambil beberapa makna atas kisah hidup saya yang sederhana. Kisah yang ternyata merangkai dan membingkai gambar imamat yang sedang saya jalani. Melalui kisah itu pula, Tuhan hadir dan menyapa saya. Tuhan menjadi nyata dalam kehadiran seorang ibu yang penuh cinta, sabar dan memberi peneguhan. Ya, kisah sederhana yang mengagumkan. Mau tidak mau saya hanya bisa bersyukur kepada-Mu atas makna dibalik kisah sederhana yang saya temukan. Melalui perjumpaan makna dibalik kisah itu, saya sungguh ditemani, saya diteguhkan, saya dibangunkan dan diarahkan untuk terus berjalan bersamaMu di jalan panggilan.
Saya bersyukur boleh mengalami semua peristiwa kasih dalam hidup. Kasih yang terwujud melalui perjumpaan dengan banyak pribadi. Mereka memberikan cinta, perhatian, dukungan, dan semangat yang mengagumkan. Bahkan tidak jarang kritikan-kritikan konstruktif turut mengisi lembaran hidup panggilan saya. Kehadiran mereka sangatlah berarti, sebab kehadiran mereka adalah bukti saya tidak sendiri. Saya ditemani di dalam menjalani panggilan. Oleh karena itu, saya merasa panggilan bukanlah keterasingan dari dunia, tetapi bagaimana menjadi manjing ajur ajer dengan berbagai pribadi yang Engkau percayakan kepada saya. KasihMu juga tampak dalam berbagai peristiwa hidup yang membahagiakan, menyedihkan, membuat emosi, menantang afeksi dan lain sebagainya. Singkatnya, semua isi kisah hidup saya adalah mutiara berharga yang Engkau berikan sebagai bekal hidup saya selanjutnya.

Tuhan, Aku Mencintai-Mu dan Melayani-Mu
Sebagaimana hidup saya adalah mutiara berharga pemberian-Mu. Demikian hidup ingin saya persembahkan kembali kepada-Mu. Panggilan yang sedang saya lakoni saat ini adalah berkat. Panggilan imamat adalah mutiara berharga. Mutiara sebagai tanda kasihMu kepadaku. Mutiara kasih yang mengalir dalam hidup. adapun kasih imamat-Mu itu menggetarkan cinta dan pelayanan saya kepada-Mu. Sebab Engkau sendiri telah lebih dulu menyematkan cinta dan kasih-Mu dalam hidup saya. Ya, betapa besar cinta-Mu  kepada saya. Cinta yang mewujud melalui keluarga, teman, serta orang-orang yang mencintai saya. Mereka adalah bukti kehadiran-Mu yang paling nyata.
Saya merenungkan juga perjalanan panggilan saya yang tidak pernah lepas dari pergulatan. Namun toh akhirnya, saya memutuskan “Ya” untuk panggilan-Mu. Ada semangat yang selalu menguatkan dan meneguhkan panggilan saya, yakni cintaMu kepadaku. Perlahan tetapi pasti, cinta-Mu mengundang saya menjadi lebih dekat denganMu. Inilah salah satu dasar kesetujuan saya menanggapi cinta-Mu. Bahwa saya ingin menanggapi cinta-Mu dengan mencintai-Mu. Konkretnya melalui apa? Melalui pelayanan suci kepadaMu dan sesama sebagai seorang imam. Engkau mencintai saya, demikian saya mencintaiMu.
Dengan semangat itulah, saya ingin mengabdikan diri pada pelayanan yang meneladan Yesus, PuteraMu. Pelayanan yang mendarat di Gereja Keuskupan Purwokerto sebagai tempat  mekarnya pelayanan kasihMu. Untuk itu sebagai seorang imam diosesan, saya dipanggil untuk berkembang di tengah umat yang saya layani. Demikian apik ungkapan ini, “imam praja iku laire sekang umat, gole gedhe karo umat, gole berjuang bareng umat” seakan mengingatkan dan memberi peneguhan bahwa kelahiran, kehidupan, dan perjuangan seorang imam ada di tengah umat. Seorang imam tidak akan pernah lepas dari yang namanya umat. Merekalah yang mestinya menjadi subyek dari pelayanan. Mereka adalah saudara-saudari saya dalam Yesus Kristus yang bersama-sama mencari dan mendekati hatiNya yang penuh cinta. Saya mencintaiMu dan ingin melayaniMu sebagai seorang imam yang mencintai dan melayani umatMu di Keuskupan Purwokerto. Demikian semangat ini terus mengobarkan api panggilan saya. Demikian Ia terus menggelisahkan hidup saya dengan berbagai peristiwa yang mengajak saya bermenung dan mengambil jarak untuk tetap berdiam bersamaNya serta terus mengabdiNya. Semoga Tuhan memampukan saya -Trie-