Sabtu, 21 Februari 2009

Jangan Memberi Label


Alukusio

Legio Mariae Ratu Para Saksi Iman Kota Baru


Kita pasti akan lebih gampang, mudah percaya atau menilai bahwa dari seekor ulat bulu yang jelek itu bisa lahir seekor kupu-kupu yang indah, juga tidak sulit bagi kita menerima bahwa dari sebuah telur yang kecil itu, akan menetas seekor burung perkasa, tapi sulit bagi kita melihat potensi seorang yang baik, dalam diri orang yang kita anggap musuh, orang biasa atau tidak kita kenal.


Seperti satu titik hitam yang menodai selembar kertas putih polos, akan begitu jelas dan gampang kita lihat hitamnya. Jika di tanya ada apa di selembar kertas ini? Pasti langsung dijawab titik hitam. Demikian sisi negatif itu lebih gampang kita lihat dalam diri orang lain. Dan sekali kita mencap seseorang itu secara negatif, maka tak akan sedemikian mudah kita menemukan sisi positif dalam dirinya. Label. Mungkin kita lebih gampang memasang label pada seseorang.

Saat kita berbelanja kita akan melihat label harga menempel di baju..150.000 (waduh mahal), 75.000 (lumayan murah tapi...bahannya jelek), 25.000 (wallah tipis sekali, nanti kelihatan dong kalau pake). Demikian pula terhadap orang lain, “ooo..si A itu malesan, si B gak bisa dipercaya, sementara si C orangnya sulit diajak kerjasama, individualis, egois, Nah kalau si D itu sombong. Gila... mentang-mentang dia punya ..bla..bla ..bla dan lain sebagainya.”

Label-label yang telah terpasang ini secara otomatis akan mewarnai mempengaruhi pandangan kita terhadap orang lain. Mungkin kita akan selalu berhati-hati dalam bergaul dengan orang yang ber”label” itu, atau malah mungkin menjauhinya sama sekali. Label-label ini tak sepenuhnya baik. Mungkin benar, bahwa tiap orang tidak akan pernah lepas dari label, tapi bagaimana kita memberi label positif itu lah yang penting. Bagaimana kita menemukan unsur positif dalam diri seseorang yang kita anggap malesan, ember, tak bisa dipercaya dan lain sebagainya?

Refleksi kita bahwa semua orang adalah citra Allah. Sangat tidak mungkin jika tak ada kebaikan dalam dirinya. Ada seorang tokoh Iris Murdoch mengatakan bahwa dengan memandang seseorang, sesuatu, atau situasi dengan penuh kasih-perhatian, orang semakin mencapai pengertian yang sungguh-sungguh dan karenanya ia seolah-olah dengan sendirinya tahu bagaimana harus bersikap. Ide “Yang Baik” telah ada dalam pikiran kita. Jika telah terjadi demikian, maka tidak akan gampang kita memberi label pada seseorang, atau menilai seseorang. Bahwa kebaikan itu ada merupakan sebuah kepastian yang harus kita perjuangkan. Dan jika kita telah berani dan mau terus berusaha memandang secara positif maka, tidak hanya ulat bulu yang jelek lalu menjadi kupu-kupu saja yang mudah, gampang kita lihat, tetapi dalam diri orang “yang berlabel negatif” itupun akan kita temukan kebaikan.

Marilah kita mencoba tebarkan sisi positif dan cinta untuk orang lain yang kita anggap “jelek, negatif”. Paul Coelho mengatakan dalam novel Di Tepi Sungai Piedra bahwa semakin banyak kita memberi cinta, semakin dekatlah kita pada pengalaman spiritual. Berarti kita semakin mencinta dan menemukan serpihan Tuhan dalam diri mereka. Semoga demikian. (Pendamping Rohani, Tri Kusuma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar